Pemerintah Patut Pertimbangkan Revisi UU Perpajakan
Beragam temuan permasalah perpajakan yang mengemuka ditengah publik penyebabnya mengarah pada lemahnya aturan perundang-undangan. Apabila tidak segera dibenahi negara akan terus direpotkan dengan munculnya ‘gayus-gayus’ baru yang menggerogoti penerimaan keuangan negara dari sektor pajak.
“Saya meyakini dalam kondisi aturan sekarang akan tetap muncul gayus-gayus baru. Saya menantang Dirjen Pajak, apakah sudah perlu merevisi UU Perpajakan ini walaupun baru disahkan tahun 2008. Perubahan ini mengarah pada bagaimana negara memperoleh pendapatan sebanyak-banyaknya tapi juga memberi ruang bagi pencari keadilan,” kata Harry Witjaksono anggota Panja Pemberantasan Mafia Hukum dan Perpajakan (PPMHP) Komisi III dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/7/2011).
Politisi Partai Demokrat ini melihat permasalahan pajak berputar pada beberapa kasus diantaranya pembayaran bisa diatur, pemalsuan dokumen, kesalahan data. Penyelesaiannya cendrung datang dari oknum petugas pajak karena paham ada lobang dari UU Perpajakan. Hal lain penyelesaian kasus pajak melalui peradilan pajak yang tidak masuk peradilan umum baginya merupakan sistem tertutup yang tidak sesuai dengan demokrasi. Dalam revisi patut dipertimbangkan memasukkan pengadilan pajak ke dalam sistem peradilan umum.
Pendapat senada juga disampaikan anggota Panja dari FPDIP Noerdin. “Kabareskrim mengatakan dari pemeriksaan 151 perusahaan banyak yang tidak terkait kasus pidana tapi terkait ketentuan perpajakan yang domainnya Kementrian Keuangan. Ini menunjukkan seolah-olah penyelidikan terputus padahal dugaan kerugian negara banyak dilakukan oknum aparat pajak,” ujarnya.
Ia meminta dilaksanakan evaluasi perbaikan sistem kerja, pergantian peraturan yang banyak merugikan negara dan mengakibatkan penyimpangan kerja. Ditjen Pajak menurutnya perlu menjelaskan beberapa SOP yang tidak bisa diterapkan lagi serta upaya untuk memperbaikinya.
Sementara itu Aboe Bakar Al Habsi dari FPKS mengingatkan agar Panja PMHP dapat menuntaskan pekerjan dan menyiapkan laporan yang akan disampaikan pada rapat paripurna pada akhir masa persidangan ini. “Waktu tinggal 3 pekan dan harus kita laporkan pada rapat paripurna, ada permasalah apa dalam perpajakan harus kita temukan,” tandasnya.
Ia juga meminta penjelasan kepada aparat kejaksaan yang dari informasi yang diperolehnya mengembalikan berkas 74 perusahaan terkait kasus Gayus. Baginya kondisi ini menunjukkan aparat bekerja tidak serius. Anggota Panja dari Fraksi Gerindra Martheen Hutabarat juga meminta kejaksaan serta aparat lain mencari jawaban yang sampai saat ini belum terungkap yaitu tentang kebijakan menahan Gayus di Rutan Brimob. “Yang jadi pertanyaan siapa yang menempatkan Gayus di Brimob. Fakta menunjukkan Gayus kemudian bisa berkali-kali keluar penjara.”
Dalam penjelasannya Dirjen Pajak Fuad Rahmany menyebut upaya perbaikan kedalam untuk mencegah munculnya ‘gayus-gayus’baru telah dilakukan. Ia mengembangkan Whistle blowingsistem untuk menghambat orang seperti Gayus dapat bekerja leluasa. “Sulit untuk menghilangkan oknum seperti itu tapi kita upayakan dalam waktu singkat 1 bulan saja bisa ketahuan,”katanya.
Sampai saat ini menurutnya aparat kepolisian sudah memeriksa 138 pegawai pajak yang diduga telah membantu Gayus dalam melakukan aksinya. Namun sejauh ini hasil pemeriksaan kepolisian tidak ada bukti yang dapat menjerat mereka. Dijelaskan pula hasil pemeriksaan Irjen Kementrian Keuangan yang telah memberi sanksi kepada 19 orang petugas. Sanksi bervariasi mulai dari dibebaskan dari jabatan sampai pada berlanjut ke persidangan.
Terkait wacana revisi UU Perpajakan Fuad mengatakan siap mengkaji peraturan perundangan yang sudah tidak sesuai. “Kita harus buka diri untuk melihat kembali UU itu yang pada saat dibuat lebih banyak menekankan wajib pajak terlindungi. Kalau itu menyangkut UU akhirnya memang harus dilakukan revisi ,” jelasnya. (iky)